Author Archives: Admin

https://hementeslimat.com

Phoenix Suns Bertekad Jadikan Kevin Durant Ikon Abadi Tim

Phoenix Suns menunjukkan komitmen mereka untuk mempertahankan Kevin Durant (KD) dalam jangka panjang. Klub ini berencana menawarkan perpanjangan kontrak kepada sang bintang musim depan, dengan tujuan menjadikannya ikon yang pensiun sebagai pemain Suns. Pemilik Suns, Mat Ishbia, menyatakan bahwa KD merupakan bagian penting dari masa depan tim.

“Kevin merasa betah berada di Phoenix, dan kami sangat senang bisa bekerja sama dengannya di tim ini. Dia memulai musim ini dengan sangat baik, menjadi salah satu kandidat MVP, dan tim kami juga tampil menjanjikan,” ujar Ishbia dalam wawancara dengan ESPN.

Awal Musim yang Impresif, Terhambat Cedera

Suns memulai musim 2024-2025 dengan performa solid, mencatatkan rekor 8-1. Namun, absennya Durant karena cedera betis sejak 10 November membuat tim mengalami penurunan. Saat KD tidak bermain, Suns hanya berhasil memenangkan satu dari enam pertandingan mereka, yang menyebabkan posisi mereka turun ke peringkat keenam di Wilayah Barat, di bawah Warriors, Thunder, Lakers, Rockets, dan Nuggets.

Dalam sembilan pertandingan awal musim ini, Durant mencatat rata-rata 27,6 poin, 6,6 rebound, 3,4 assist, dan 1,4 blok per pertandingan. Angka-angka tersebut membuatnya tetap menjadi salah satu kandidat MVP untuk musim ini.

Rencana Perpanjangan Kontrak Kevin Durant

Durant, yang bergabung dengan Suns melalui pertukaran dari Brooklyn Nets pada Februari 2023, memiliki kontrak empat tahun senilai 194 juta Dolar AS, yang mencakup opsi pemain untuk musim 2026-2027. Namun, Suns ingin mengamankan masa depannya lebih lama. Musim panas lalu, Suns memilih untuk tidak menawarkan perpanjangan kontrak satu tahun senilai 60 juta Dolar AS, dan sebaliknya fokus pada kontrak dua tahun dengan nilai maksimum 120 juta Dolar AS yang akan diajukan tahun depan.

“Kami berharap Kevin dapat terus bersama tim ini hingga akhir kariernya dan menjadi bagian penting dari perjalanan Phoenix. Aturan NBA tidak memungkinkan kami menawarkan perpanjangan dua tahun musim panas lalu, jadi kami akan menyelesaikannya setelah musim ini,” tambah Ishbia.

Durant: Pemain Berpengaruh Meski Sudah Berusia Senior

Sebagai salah satu pemain tertua di NBA saat ini, Durant tetap menunjukkan performa luar biasa. Ia bahkan mengisyaratkan keinginannya untuk terus bermain hingga Olimpiade Los Angeles 2028. Suns berharap bisa memaksimalkan kehadirannya dengan membangun tim yang kompetitif, termasuk memperkuat kerja sama dengan Devin Booker, salah satu bintang lainnya di tim.

“Kevin senang berada di sini, dan kami juga ingin dia tetap bersama Suns. Tidak ada masalah lain yang perlu dikhawatirkan,” tutup Ishbia dengan optimisme.

Mike Tyson Ungkap Perjuangan Hidupnya Sebelum Melawan Jake Paul: Jalani 8 Transfusi Darah

Mike Tyson akhirnya memberikan pernyataan emosional setelah kalah dari Jake Paul dalam pertarungan tinju yang digelar di AT&T Stadium pada Jumat malam. Mantan juara dunia tinju kelas berat ini kalah melalui keputusan mutlak, namun cerita perjuangannya sebelum pertarungan menarik perhatian lebih besar.

Legenda tinju berusia 58 tahun tersebut mengungkapkan melalui media sosial bahwa dirinya menghadapi tantangan hidup dan mati beberapa bulan sebelum laga dimulai. Ia membagikan pengalaman beratnya dalam perjalanan untuk kembali bertarung di atas ring.

“Saya hampir kehilangan nyawa pada bulan Juni lalu,” tulis Tyson dalam unggahannya.
“Saya menjalani delapan transfusi darah, kehilangan setengah dari volume darah di tubuh saya, dan berat badan saya turun hingga 25 pon selama menjalani perawatan di rumah sakit. Namun, saya terus berjuang untuk pulih demi bisa kembali bertarung. Meski sulit, ini adalah pengalaman luar biasa, terutama karena anak-anak saya dapat melihat saya kembali bertarung melawan petinju muda berbakat.”

Pertarungan antara Tyson dan Jake Paul sebenarnya dijadwalkan berlangsung pada Juli lalu, tetapi harus ditunda akibat masalah kesehatan serius yang dialami Tyson. Dalam pertarungan yang akhirnya terlaksana, Tyson mampu menyelesaikan delapan ronde meskipun terlihat mulai kehabisan tenaga sejak ronde ketiga.

Jake Paul, yang kini dikenal sebagai YouTuber dan petinju profesional, mengakui bahwa ia sengaja tidak bermain maksimal selama laga tersebut. Dalam konferensi pers usai pertandingan, Paul menjelaskan bahwa ia tidak ingin membahayakan Tyson, mengingat perbedaan usia mereka yang mencapai 31 tahun.

“Saya sengaja mengurangi intensitas pukulan,” ungkap Paul.
“Prioritas saya adalah memberikan hiburan yang mengesankan bagi penonton, bukan mencederai seseorang yang usianya jauh lebih tua dari saya.”

Langkah Paul untuk melawan Tyson menuai berbagai reaksi. Beberapa pihak menilai laga ini tidak adil, sementara yang lain melihatnya sebagai momen penghormatan bagi Tyson untuk kembali mencuri perhatian dunia. Selain itu, Tyson juga dilaporkan menerima bayaran hingga USD 20 juta dari pertarungan ini.

Dalam wawancara usai laga, Tyson sempat mengisyaratkan bahwa ini mungkin pertarungan terakhirnya. Namun, pernyataan di media sosialnya menegaskan sebaliknya. Ia menulis :“Hanya kali ini saja. Saya sangat bersyukur.”

Banyak penggemar percaya bahwa ini adalah saat yang tepat bagi Tyson untuk mengakhiri kariernya di dunia tinju. Dengan prestasi luar biasa sepanjang kariernya, serta perjuangan melawan kondisi kesehatan yang mengancam nyawa, Tyson telah membuktikan dirinya sebagai ikon legendaris dalam olahraga ini.

Niels Wittich Mundur dari Posisi Direktur Balap F1, Rui Marques Siap Gantikan

FIA baru-baru ini mengonfirmasi bahwa Niels Wittich, Direktur Balap Formula 1, telah mengundurkan diri dari perannya. Posisi Wittich akan diisi oleh Rui Marques, yang sebelumnya bertindak sebagai Direktur Balap F2 dan F3. Marques akan memulai tugasnya sebagai Direktur Balap F1 mulai dari Grand Prix Las Vegas.

Pada Selasa (12/11/2024), FIA menyampaikan bahwa Wittich, yang berasal dari Jerman, memutuskan untuk meninggalkan posisinya menjelang GP Las Vegas guna mengejar peluang baru dalam kariernya. “FIA mengonfirmasi bahwa Niels Wittich telah mengundurkan diri sebagai Direktur Balap F1 untuk mengejar kesempatan baru,” demikian pernyataan resmi FIA.

Dalam pernyataan itu, FIA juga menyampaikan apresiasi atas dedikasi Wittich selama menjabat. “Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusinya dan berharap yang terbaik untuk masa depannya.”

Rui Marques, asal Portugal, yang telah menjadi Direktur Balap F2 dan F3 selama dua tahun terakhir, akan mengambil alih peran ini mulai dari GP Las Vegas. “Rui memiliki pengalaman luas, sebelumnya ia pernah bertugas sebagai marshal, scrutineer, steward di tingkat nasional dan internasional, Wakil Direktur Balap, serta Direktur Balap di berbagai ajang kejuaraan. Terakhir, ia menjabat sebagai Direktur Balap untuk Formula 2 dan Formula 3,” tambah pernyataan FIA.

Wittich telah menjabat sebagai Direktur Balap F1 sejak 2022, menggantikan Michael Masi yang sebelumnya terlibat dalam kontroversi pada Grand Prix Abu Dhabi 2021. Pada awalnya, Wittich berbagi tugas dengan Eduardo Freitas dari FIA WEC, tetapi kemudian mengambil peran tersebut sepenuhnya.

Sebelum bergabung dengan F1, Wittich memiliki pengalaman sebagai Direktur Balap di kejuaraan DTM Jerman. Pengunduran dirinya, dengan hanya tiga balapan tersisa di musim ini, cukup mengejutkan bagi banyak pihak. Dengan ini, F1 akan memiliki direktur balapan keempat sejak wafatnya Charlie Whiting pada 2019 menjelang GP Australia.

Dalam wawancaranya dengan Motorsport.com awal tahun ini, Presiden FIA Mohamed Ben Sulayem mengakui tantangan dalam menemukan direktur balap yang berkualitas, seperti Wittich. Dia mengungkapkan bahwa FIA akan membentuk Departemen Ofisial baru untuk membantu melatih generasi baru direktur balapan dan steward. “Kita kesusahan untuk mengganti direktur. Mereka tidak bisa ditemukan begitu saja; kita harus melatih dan mengembangkan mereka,” ujar Ben Sulayem.

Pengunduran diri Wittich menjadi yang terbaru dalam serangkaian pergeseran di posisi tinggi FIA dalam satu tahun terakhir. Keputusan ini menyusul kontroversi yang dipicu Ben Sulayem jelang GP Singapura terkait aturan baru soal disiplin di trek, yang berujung pada hukuman untuk Max Verstappen dan Charles Leclerc. Tindakan ini mengundang respons dari GPDA, serikat pembalap yang meminta FIA mempertimbangkan kembali pendekatannya.

Jannette Tan, yang sebelumnya menjadi wakil Marques, akan mengambil alih posisi Direktur Balap F2 hingga akhir musim.

Strategi Jorge Martin Rebut Gelar Juara Dunia MotoGP 2024: Halangi Bagnaia di Balapan Akhir

Jorge Martin, pembalap andalan Pramac Ducati, memaparkan strategi utamanya untuk merebut gelar juara dunia MotoGP 2024 pada seri terakhir. Dengan tekad kuat, Martin memastikan dirinya akan melakukan segala cara agar tidak membiarkan Francesco Bagnaia memimpin jalannya balapan.

Saat ini, Martin dan Bagnaia menjadi dua kandidat terkuat dalam persaingan menuju gelar MotoGP 2024. Martin, yang memiliki julukan “Martinator,” telah mengumpulkan 485 poin, unggul 24 poin dari Bagnaia di klasemen sementara.

Sisa satu seri terakhir menjadi penentu keduanya. Balapan final musim ini akan diadakan di Sirkuit Barcelona-Catalunya, Montmelo, Spanyol, pada tanggal 15-17 November mendatang.

Martin menegaskan bahwa modal mentalitas kuat saja tidak cukup untuk memenangkan gelar. Ia menekankan pentingnya kombinasi antara ketenangan dan pemilihan ban yang tepat sebagai elemen krusial dalam balapan mendatang. Baginya, hal ini menjadi kunci untuk mendominasi jalannya balapan di Catalunya.

“Anda harus tetap tenang dan berpikir jernih, sebab jika turun ke trek tanpa memikirkan segala kemungkinan, risiko melakukan kesalahan akan semakin tinggi,” ungkap Martin seperti yang dilansir dari Motosan pada Jumat (8/11/2024).

Martin juga menjelaskan bahwa strategi penggunaan ban menjadi pertimbangan utamanya. Ia cukup percaya diri dengan ban depan medium, meskipun tidak banyak pembalap yang menggunakan pilihan tersebut.

“Pilihan ban ini bukanlah risiko besar karena sudah kami uji sebelumnya, meskipun ada sedikit kekhawatiran,” tambah Martin, yang kini berusia 26 tahun.

Lebih jauh, Martin menyatakan bahwa strateginya dapat menyulitkan langkah Bagnaia dalam balapan. Ia berjanji akan berusaha keras untuk mencegah Bagnaia memimpin di Sirkuit Catalunya.

“Strategi saya adalah untuk memimpin, dan saya paham bahwa Pecco harus mengambil risiko agar tidak tertinggal. Ia tidak bisa membiarkan saya memimpin selama dua putaran di depannya,” ujar Martin.

Dengan keunggulan 24 poin, Martin hanya perlu finis di depan Bagnaia dalam Sprint Race nanti atau cukup menyelesaikan balapan di posisi yang lebih baik dari sang pembalap Italia itu untuk mengamankan gelar juara dunia MotoGP 2024.

Kisah Kevin McBride, Sosok Terakhir yang Kalahkan Mike Tyson dan Bangkit dari Keterpurukan

Kevin McBride merasa bangga namanya sering disebut dalam beberapa bulan terakhir, seiring dengan pertarungan yang akan datang antara Mike Tyson dan Jake Paul di Stadion AT&T pada 15 November 2024. McBride dikenal sebagai petinju terakhir yang berhasil menundukkan “Iron Mike” pada tahun 2005, mencatat kekalahan yang mengakhiri karier Tyson di dunia tinju profesional.

Dalam duel tersebut, McBride mencetak salah satu kejutan terbesar dalam sejarah tinju dengan mengalahkan Tyson di ronde ketujuh, hasil yang membawa Tyson untuk pensiun secara permanen. Kemenangan tersebut sempat membuat banyak orang memprediksi karier gemilang untuk McBride di kelas berat, namun kenyataannya justru berbeda. Alih-alih meraih puncak kejayaan, kehidupan McBride setelah pensiun jauh dari kemewahan.

Saat ini, pada usia 51 tahun, McBride menjalani kehidupan yang sederhana di Boston bersama istri dan kedua anaknya. Perjalanan hidupnya tidaklah mudah; dia harus berjuang keras untuk meraih gaya hidup stabil seperti sekarang. Selepas kemenangan melawan Tyson, McBride mengalami kecanduan alkohol, yang berdampak pada kariernya. Setelah mengalami enam kekalahan dari delapan pertandingan berikutnya, McBride memutuskan gantung sarung pada tahun 2011. Ia mengaku bahwa mengatasi kecanduan alkohol adalah tantangan terbesarnya, meskipun kini ia berhasil meninggalkan kebiasaan buruk tersebut.

“Sungguh luar biasa bahwa waktu berlalu begitu cepat. Sekarang, setiap kali mereka membicarakan Tyson kembali bertarung, nama saya disebut sebagai orang terakhir yang berhasil mengalahkannya. Saya senang mendengarnya,” ujar McBride, yang berasal dari County Monaghan. “Saya jarang menonton ulang pertandingan tersebut, namun belum lama ini ada seseorang yang mengunggah cuplikan di Facebook, dan saya sempat melihatnya. Itu benar-benar momen yang mengesankan.”

Bagi McBride, yang tumbuh di kota kecil berpenduduk kurang dari 2.000 jiwa, momen tersebut adalah puncak dari kariernya. Meskipun hidupnya kini jauh dari sorotan, namanya tetap memiliki tempat tersendiri dalam sejarah tinju dunia sebagai sosok terakhir yang mampu menaklukkan Mike Tyson.

Dwyane Wade Nyaris Tinggalkan Miami Jika Tidak Ada LeBron

Dua dekade lalu, Miami Heat mencapai masa kejayaannya. Namun, cerita ini bisa saja berbeda jika Dwyane Wade memutuskan untuk pindah. Beruntung, kehadiran LeBron James di tim membuat Wade tetap bertahan, dan keduanya membawa Heat meraih gelar juara beruntun.

Dalam siniar The OGs yang dipandu oleh Udonis Haslem dan Mike Miller, Wade mengungkapkan alasan di balik keputusannya untuk bertahan di Miami. Saat itu, Wade sempat mempertimbangkan untuk bergabung dengan Chicago Bulls ketika statusnya sebagai agen bebas terbuka.

“Saya saat itu hampir meninggalkan Miami. Saya merasa tidak ada pemain lain yang bisa membawa kami ke level lebih tinggi. Bukan karena mereka bukan pemain hebat, tapi mereka tidak cukup mumpuni,” ungkap Wade.

Wade telah meraih cincin juara pertamanya bersama Miami pada 2006, yang juga menjadi gelar pertama dalam sejarah tim. Kala itu, Heat masih diperkuat oleh legenda NBA, Shaquille O’Neal. Namun, setelah O’Neal pindah ke Phoenix Suns pada 2008, performa Heat menurun. Mereka mengalami kekalahan di babak pertama playoff selama dua musim berturut-turut, situasi yang membuat Wade mempertimbangkan pindah ke Bulls.

Chicago Bulls saat itu tampak menjanjikan, terutama dengan kehadiran Derrick Rose, MVP termuda yang memiliki masa depan cerah. “Saya ingin berada di tim yang berpeluang untuk menang, dan pada saat itu, Bulls tampak menjadi pilihan terbaik, tim dari kampung halaman saya,” ujar Wade.

Nomor 6 yang dimaksud adalah LeBron James, yang pada saat itu mengenakan nomor tersebut di Cleveland Cavaliers. LeBron menghubungi Wade untuk memberi tahu bahwa dia berencana meninggalkan Cavaliers. Mereka bahkan sempat mempertimbangkan untuk bermain bersama di Chicago. Namun, akhirnya LeBron memilih bergabung dengan Miami Heat, dan Chris Bosh juga menyusul.

“Kami mulai bertemu dan berdiskusi. Kami sudah mengenal pemain lain yang ingin kami ajak, yaitu Chris Bosh. Kami memberi tahu Chris bahwa pertemuan ini penting dan akan membicarakan rencana besar. Pertemuan rahasia ini menjadi titik awal yang besar,” kenang Wade.

Dari pertemuan tersebut, terbentuklah trio bersejarah yang terdiri dari Wade, LeBron, dan Bosh, yang membawa perubahan besar, tidak hanya bagi Heat tetapi juga bagi NBA secara keseluruhan. Ketiganya membawa Heat ke final NBA empat kali berturut-turut, dan berhasil memenangkan gelar pada 2012 dan 2013. Pada kedua final tersebut, LeBron juga meraih gelar MVP.

Trio ini diakui sebagai salah satu kombinasi terkuat dalam sejarah NBA, membawa Miami Heat ke puncak dan menciptakan era keemasan bagi waralaba tersebut.

Deontay Wilder di Persimpangan Karier: Turun Kelas atau Pensiun?

Deontay Wilder, mantan juara dunia tinju kelas berat asal Amerika, kini berada di titik kritis dalam kariernya. Setelah kekalahan dari Joseph Parker di Arab Saudi dan dihentikan oleh Zhilei Zhang, masa depan Wilder di dunia tinju mulai dipertanyakan. Untuk kembali merebut gelar juara dunia, Wilder perlu menempuh jalan yang mungkin bukan menjadi pilihannya semula.

Dijuluki The Bronze Bomber, Wilder terlihat kesulitan menghadapi petinju kelas berat bertubuh besar yang mampu menggunakan strategi efektif melawannya. Meskipun ia masih menyatakan keinginannya bertarung di kelas berat, kenyataan dari kekalahan beruntun membuatnya harus memikirkan opsi lain.

Salah satu pilihan realistis adalah turun ke kelas yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi tubuhnya saat ini. Dalam pertarungan terakhir melawan Parker, Wilder mencatat berat badan hanya 213 pon, yang 11 pon di bawah batas kelas bridgerweight. Dengan sedikit penyesuaian, Wilder bisa memasuki ranking di kelas bridgerweight, yang saat ini dipimpin oleh petinju tak terkalahkan asal Polandia, Lukas Rozanski.

Meski pernah menolak ide bertarung di kelas “super cruiserweight,” tiga kekalahan dalam empat pertarungan terakhir mungkin membuatnya mempertimbangkan pilihan ini kembali. Dalam wawancara bersama 78SPORTSTV, Wilder menyatakan keinginannya untuk kembali merebut gelar juara dunia untuk kedua kalinya. Ia juga menyadari perlunya menghidupkan kembali “naluri pembunuh” yang sempat menjadi andalannya di masa jayanya.

“Saya harus menemukan kembali naluri pembunuh itu. Saat itu, tidak ada yang mampu mengalahkan saya. Saya akan menjadi juara dunia kelas berat dua kali,” ungkap Wilder dengan penuh keyakinan.

Meskipun tantangan besar menantinya di kelas bridgerweight, Wilder tetap memiliki modal utama—pukulan kerasnya yang terkenal. Dengan kekuatan pukulan yang dimilikinya, Wilder selalu punya peluang untuk meraih kemenangan KO yang bisa menambah catatan prestasinya sebagai petinju di dua divisi berbeda.

Dari Segi yang lain,Wilder tidak meninggalkan peluang untuk meledek Anthony Joshua. “Ada perbedaan antara juara yang memang dilahirkan dan yang dibuat. Ketika Anda dilahirkan sebagai Raja, Anda tidak perlu membuktikan diri, karena Anda memang sudah Raja. Saya lahir sebagai Raja. Dia [Joshua] adalah Raja yang dibuat, dan jika tidak, pertarungan itu sudah terjadi,” tegas Wilder.

Meski percaya diri, banyak pihak mempertanyakan apakah Wilder masih memiliki kemampuan untuk bersaing di puncak kelas berat. Jika Wilder serius untuk menghidupkan kembali kariernya, maka menghadapi kenyataan dan mempertimbangkan kelas bridgerweight mungkin bisa menjadi langkah terbaik dalam perjalanannya ke depan.

Fakta Mengejutkan! Verstappen Benar, Kecepatan Red Bull Kini Sangat Mengkhawatirkan

Kontroversi mengenai penalti yang diterima Max Verstappen di F1 GP Meksiko menjadi sorotan, namun perhatian utama sang juara bertahan justru tertuju pada kendala kecepatan Red Bull yang ia alami selama balapan tersebut.

Max Verstappen memilih untuk tidak terlalu mempermasalahkan penalti 20 detik yang dikenakan padanya, meskipun hal ini memengaruhi posisinya di podium. Baginya, tantangan utama adalah kenyataan bahwa mobil Red Bull-nya tidak mampu bersaing dalam kecepatan, terlepas dari sanksi yang diterimanya.

Meskipun Verstappen berhasil memulai balapan dari posisi depan dan bahkan memimpin di awal, ia segera menyadari bahwa mobilnya kurang kompetitif, terutama saat menggunakan ban berkompon medium dan hard. “Masalah utamanya adalah kami terlalu lambat, itulah sebabnya saya berada dalam situasi sulit tersebut,” ungkapnya dalam komentar mengenai insiden dengan Lando Norris.

Verstappen akhirnya harus puas finis di posisi keenam, terpaut hampir satu menit dari pemenang balapan, Carlos Sainz. Analisis lebih lanjut terhadap data performanya menunjukkan bahwa bahkan tanpa penalti, Red Bull masih mengalami kesulitan signifikan di GP Meksiko. Berdasarkan data dari lap balapan murni – mengesampingkan lap pertama, pit stop, dan lap di bawah Safety Car – Meksiko menjadi salah satu performa terburuk Red Bull musim ini.

Data Kecepatan Balapan Red Bull: Tren Menurun di Paruh Kedua Musim

Data dari situs analisis F1pace.com menunjukkan penurunan signifikan dalam performa balapan Red Bull jika dibandingkan dengan tim non-Red Bull lainnya. Dari awal musim yang mendominasi, Red Bull mulai menemui persaingan ketat dengan McLaren di Miami, dan penurunan kecepatan ini semakin terlihat sejak Grand Prix Inggris.

Pada GP Meksiko, Red Bull mencatat angka kecepatan terendah musim ini dengan selisih 0,73 persen dari rival-rivalnya. Angka ini sebanding dengan performa mereka di Monza, yang juga menjadi tantangan bagi Red Bull karena keterbatasan daya downforce RB20 di trek berkecepatan tinggi. Para rival bahkan mencurigai perubahan pengaturan bib depan Red Bull sebagai faktor penentu, namun data menunjukkan bahwa peningkatan performa tim lainlah yang semakin menyulitkan Red Bull.

Kendala Ban dan Harapan Red Bull untuk Balapan Mendatang

Menurut Christian Horner, Kepala Tim Red Bull, masalah utama di Meksiko adalah ban keras yang tidak bekerja optimal dalam kondisi balapan tersebut. Dalam beberapa balapan terakhir, terlihat bahwa McLaren, khususnya, mampu mempertahankan performa yang lebih baik pada ban di akhir balapan.

Dengan perolehan 47 poin yang masih mengungguli rivalnya Lando Norris, Red Bull kini perlu menemukan solusi untuk mempertahankan keunggulan mereka. Helmut Marko, penasihat Red Bull, menekankan pentingnya peningkatan di beberapa balapan terakhir yang akan datang, terutama di sirkuit seperti Qatar dan Las Vegas yang memungkinkan Red Bull untuk kembali menunjukkan efisiensi aero mereka.

“Balapan seperti ini harus dihindari. Kami harus mempercepat langkah dan menyadari bahwa saat ini kami tertinggal dari Ferrari dan McLaren di tikungan-tikungan lambat,” ungkap Marko kepada ORF. “Dengan setelan yang lebih baik, kami yakin bisa kembali kompetitif dan meraih posisi teratas di klasemen.”

Pelatih Akui Ganda Putra No.1 Malaysia Alami Penurunan, Diminta Bangkit Pasca-Olimpiade Paris

Pelatih tim ganda putra nasional Malaysia, Tan Bin Shen, meminta Aaron Chia dan Soh Wooi Yik untuk segera meningkatkan kualitas permainan mereka. Menurut Tan, masa pemulihan pasca-Olimpiade Paris 2024 bagi pasangan peringkat teratas Malaysia ini telah usai.

Setelah berhasil membawa pulang medali perunggu kedua mereka di Olimpiade Paris pada Agustus lalu, Chia/Soh mengalami kesulitan mempertahankan ritme permainan. Performa mereka belakangan ini belum memuaskan, dengan pencapaian tertinggi hanya mencapai babak 16 besar di Arctic Open 2024 di Finlandia dan perempat final di Denmark Open.

Chia/Soh gagal mempertahankan gelar juara yang mereka raih tahun lalu, dan meski cedera jari kaki yang dialami Soh mungkin menjadi salah satu penyebab, Tan meyakini mereka masih memiliki potensi untuk bermain lebih baik.

Dalam pernyataannya, Tan menyoroti bahwa pasangan ganda putra Malaysia lainnya, Goh Sze Fei dan Nur Izzuddin Rumsani, saat ini justru tampil lebih konsisten. Pasangan ini berhasil meraih gelar di Japan Open, China Open, dan Arctic Open 2024.

“Melihat performa saat ini, Izzuddin dan Sze Fei adalah pasangan terbaik di Malaysia,” ujar Bin Shen dari Akademi Bulu Tangkis Malaysia di Bukit Kiara, seperti dilaporkan News Straits Times. “Bahkan secara global, mereka menjadi sorotan di antara pasangan yang tidak berkompetisi di Olimpiade. Mereka telah memanfaatkan kesempatan dengan baik.”

Target Tan Bin Shen untuk Aaron Chia/Soh Wooi Yik: Fokus dan Konsistensi

Untuk memperbaiki peringkat mereka, Tan telah mendaftarkan Chia/Soh di tiga turnamen mendatang, yakni Korea Masters, Kumamoto Masters di Jepang, dan China Masters. Harapannya jelas: mereka harus menunjukkan performa optimal, bukan sekadar berpartisipasi.

“Setelah Olimpiade, Aaron dan Wooi Yik memang memerlukan waktu untuk pemulihan, dan cedera Wooi Yik menambah tantangan,” kata Tan. “Namun, mereka hanya berkompetisi di dua turnamen sejak Paris dan tampil di bawah standar mereka.”

Tan menyatakan bahwa, meski mereka pantas beristirahat setelah persiapan panjang Olimpiade, waktu istirahat itu sudah harus berakhir. “Kami berada di titik krusial. Penting bagi mereka untuk kembali fokus dan mengincar hasil maksimal. Mengikuti turnamen tanpa tujuan yang jelas bukanlah pilihan. Saya ingin mereka segera kembali ke performa terbaiknya.”

Urgensi Mempertahankan Peringkat Dunia

Aaron dan Wooi Yik, yang saat ini berada di peringkat ke-12 klasemen World Tour, menghadapi risiko tergelincir dari posisi delapan besar dunia. Mereka masih memiliki peluang matematis untuk lolos ke BWF World Tour Finals 2024, namun setidaknya harus memenangkan salah satu dari tiga turnamen yang akan mereka ikuti bulan depan.

Peringkat dunia mereka sangat penting untuk menentukan undian turnamen pada tahun mendatang, yang dapat mempengaruhi peluang mereka di panggung internasional.

Depak Roberto Mancini, Timnas Arab Saudi CLBK dengan Herve Renard: Efek Memori Kalahkan Argentina di Piala Dunia 2022?

Federasi Sepak Bola Arab Saudi (SAFF) menunjukkan komitmen besar mereka dalam upaya lolos ke Piala Dunia 2026. Setelah memutuskan berpisah dengan Roberto Mancini akibat performa yang kurang memuaskan di putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, SAFF kini kembali menunjuk Herve Renard, sosok yang sebelumnya pernah membawa Arab Saudi meraih kemenangan besar melawan Argentina dalam Piala Dunia 2022 di Qatar.

Di bawah asuhan Roberto Mancini, performa timnas Arab Saudi belum optimal dalam perjalanan Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Tim ini berada di posisi ketiga Grup C, namun baru mengumpulkan satu kemenangan dari empat pertandingan. Selain itu, tim ini hanya meraih hasil imbang saat berhadapan dengan Indonesia (1-1) dan Bahrain (0-0), yang membuat SAFF merasa perlu mengambil langkah besar untuk memperbaiki performa tim sebelum pertandingan penting berikutnya.

Arab Saudi memiliki enam pertandingan sisa dalam babak kualifikasi yang akan berlangsung pada November 2024, Maret 2025, dan Juni 2025. Dengan waktu yang semakin mendekat, SAFF berharap agar kembalinya Renard dapat meningkatkan kinerja timnas dan mengamankan poin penting untuk melaju ke Piala Dunia.

Kembalinya Herve Renard ke Timnas Arab Saudi

Herve Renard bukanlah sosok baru bagi timnas Arab Saudi. Pelatih asal Prancis ini memulai karier kepelatihannya bersama Arab Saudi pada tahun 2019 dan membawa tim tersebut lolos ke Piala Dunia 2022 di Qatar. Momen yang paling diingat dari kepemimpinan Renard adalah ketika ia memimpin timnya dalam kemenangan bersejarah 2-1 melawan Argentina, yang saat itu diperkuat oleh Lionel Messi.

Kemenangan atas Argentina menjadi sorotan dunia, dan para penggemar Arab Saudi merayakannya dengan slogan ikonik, “Where’s Messi?”

Tantangan Renard untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026

SAFF kembali mempercayakan posisi pelatih kepada Herve Renard dengan harapan ia dapat membangkitkan performa tim yang sempat mengalami kekalahan dalam beberapa laga persahabatan, termasuk hasil negatif 1-2 melawan Bolivia, sebelum kepergiannya. Kini, Renard akan memulai masa baktinya dengan dua laga tandang penting di Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia, yang akan berlangsung pada November 2024.

Pertandingan pertama Renard dalam masa kembalinya ini akan berlangsung di Australia pada 14 November 2024. Setelah itu, Timnas Arab Saudi akan menuju Jakarta untuk menghadapi Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, di mana hasil pertandingan ini akan menjadi penentu penting dalam langkah Arab Saudi di kualifikasi.

Kembalinya Herve Renard menambah harapan baru bagi The Falcons dalam mengamankan tiket ke Piala Dunia 2026. Dengan pengalamannya yang sudah teruji, SAFF berharap Renard dapat mengulang kesuksesannya dan membawa Arab Saudi tampil solid dalam ajang kualifikasi ini.