Deontay Wilder, mantan juara dunia tinju kelas berat asal Amerika, kini berada di titik kritis dalam kariernya. Setelah kekalahan dari Joseph Parker di Arab Saudi dan dihentikan oleh Zhilei Zhang, masa depan Wilder di dunia tinju mulai dipertanyakan. Untuk kembali merebut gelar juara dunia, Wilder perlu menempuh jalan yang mungkin bukan menjadi pilihannya semula.
Dijuluki The Bronze Bomber, Wilder terlihat kesulitan menghadapi petinju kelas berat bertubuh besar yang mampu menggunakan strategi efektif melawannya. Meskipun ia masih menyatakan keinginannya bertarung di kelas berat, kenyataan dari kekalahan beruntun membuatnya harus memikirkan opsi lain.
Salah satu pilihan realistis adalah turun ke kelas yang mungkin lebih sesuai dengan kondisi tubuhnya saat ini. Dalam pertarungan terakhir melawan Parker, Wilder mencatat berat badan hanya 213 pon, yang 11 pon di bawah batas kelas bridgerweight. Dengan sedikit penyesuaian, Wilder bisa memasuki ranking di kelas bridgerweight, yang saat ini dipimpin oleh petinju tak terkalahkan asal Polandia, Lukas Rozanski.
Meski pernah menolak ide bertarung di kelas “super cruiserweight,” tiga kekalahan dalam empat pertarungan terakhir mungkin membuatnya mempertimbangkan pilihan ini kembali. Dalam wawancara bersama 78SPORTSTV, Wilder menyatakan keinginannya untuk kembali merebut gelar juara dunia untuk kedua kalinya. Ia juga menyadari perlunya menghidupkan kembali “naluri pembunuh” yang sempat menjadi andalannya di masa jayanya.
“Saya harus menemukan kembali naluri pembunuh itu. Saat itu, tidak ada yang mampu mengalahkan saya. Saya akan menjadi juara dunia kelas berat dua kali,” ungkap Wilder dengan penuh keyakinan.
Meskipun tantangan besar menantinya di kelas bridgerweight, Wilder tetap memiliki modal utama—pukulan kerasnya yang terkenal. Dengan kekuatan pukulan yang dimilikinya, Wilder selalu punya peluang untuk meraih kemenangan KO yang bisa menambah catatan prestasinya sebagai petinju di dua divisi berbeda.
Dari Segi yang lain,Wilder tidak meninggalkan peluang untuk meledek Anthony Joshua. “Ada perbedaan antara juara yang memang dilahirkan dan yang dibuat. Ketika Anda dilahirkan sebagai Raja, Anda tidak perlu membuktikan diri, karena Anda memang sudah Raja. Saya lahir sebagai Raja. Dia [Joshua] adalah Raja yang dibuat, dan jika tidak, pertarungan itu sudah terjadi,” tegas Wilder.
Meski percaya diri, banyak pihak mempertanyakan apakah Wilder masih memiliki kemampuan untuk bersaing di puncak kelas berat. Jika Wilder serius untuk menghidupkan kembali kariernya, maka menghadapi kenyataan dan mempertimbangkan kelas bridgerweight mungkin bisa menjadi langkah terbaik dalam perjalanannya ke depan.