Formula 1 (F1) kini berada di tengah sorotan terkait rencananya untuk menyelenggarakan balapan di Rwanda, sebuah negara yang terlibat dalam ketegangan dengan tetangganya, Republik Demokratik Kongo (RDK). Konflik yang berkepanjangan antara RDK dan kelompok pemberontak M23, yang didukung oleh Rwanda, telah menyebabkan ribuan korban jiwa dan mengakibatkan lebih dari 700.000 orang mengungsi dari rumah mereka. Hal ini menjadi latar belakang mengapa pemerintah Republik Demokratik Kongo meminta F1 untuk menghentikan pembicaraan dengan Rwanda mengenai rencana mereka untuk menjadi tuan rumah Grand Prix di masa depan.
Surat yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Demokratik Kongo, Therese Kayikwamba Wagner, mengungkapkan kekhawatiran besar terkait hubungan Rwanda dengan kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah timur RDK. Dalam surat tersebut, Wagner mempertanyakan apakah F1 benar-benar ingin melibatkan negara yang terkait dengan kekerasan dan pengungsian massal dalam ajang balapan internasional. Ia menyebutkan bahwa meskipun Rwanda telah berulang kali membantah tuduhan mendukung kelompok M23, laporan dari PBB justru menunjukkan bukti sebaliknya.
Namun, meskipun ada protes keras dari pemerintah Republik Demokratik Kongo, Rwanda tetap berusaha memposisikan dirinya sebagai pemain utama di dunia olahraga internasional. Negara ini telah berulang kali menyatakan niatnya untuk menjadi tuan rumah Grand Prix F1 di Afrika, dan upaya mereka untuk membangun sirkuit permanen di dekat ibu kota, Kigali, semakin menguat. Rwanda telah mengundang perhatian internasional dengan berbagai acara olahraga, termasuk penyelenggaraan acara FIA Prize Giving pada bulan Desember yang lalu, di mana Presiden Rwanda, Paul Kagame, secara resmi mengumumkan niat negara tersebut untuk menjadi tuan rumah balapan F1.
Namun, situasi politik yang penuh ketegangan dengan Republik Demokratik Kongo mengundang perhatian lebih jauh, terutama bagi para penggemar motorsport yang mempertanyakan apakah ini adalah langkah yang tepat untuk F1. Sebagai alternatif, Afrika Selatan juga menjadi kandidat kuat untuk menyelenggarakan Grand Prix, dengan dua sirkuit utama di Kyalami dan Cape Town yang telah siap dipertimbangkan.
Formula 1, melalui juru bicaranya, mengungkapkan bahwa mereka akan terus memantau perkembangan situasi ini dan akan mengevaluasi setiap permintaan dengan cermat. Mereka menekankan bahwa keputusan untuk memilih tuan rumah balapan di masa depan akan didasarkan pada informasi yang lengkap, serta sesuai dengan nilai-nilai dan kepentingan terbaik bagi olahraga tersebut.
Dengan semakin banyaknya minat dari calon tuan rumah di seluruh dunia, F1 harus hati-hati dalam memilih lokasi yang tidak hanya menawarkan potensi pasar, tetapi juga memperhatikan aspek etika dan dampaknya terhadap hubungan internasional. Apakah F1 akan tetap berkomitmen untuk mewujudkan impian Rwanda menjadi tuan rumah Grand Prix, ataukah mereka akan mempertimbangkan kembali situasi yang ada? Waktu yang akan menjawab.